Nikah mut’ah adalah satu ikatan pernikahan
yang dibatasi oleh waktu tertentu. Artinya jika waktu yang disepakati telah
habis maka secara otomatis ikatan tersebut terputus atau berakhir tanpa ada lafadz
talaq. Ikatan tersebut tidak mewajibkan memberi nafkah dan tempat tinggal dan
tidak ada saling mewarisi jika salah satunya meninggal sebelum selesai masa
kotrak. Atau dengan bahasa sederhananya adalah nikah mut’ah adalah kawin
kontrak.
Hukum Nikah Mut'ah
Para ulama Ahlus Sunnah telah bersepakat akan
haramnya nikah mut’ah. Dan tidak ada yang menghalalkannya selain kelompok Syi’ah
Rafidhah.
Keharaman nikah mut’ah didsarkan pada dalil dari al-Qur’an
dan al-Hadits serta ijma’ (konsensus).
Dalil dari al-Qur’an:
Allah Swt berfirman: “Dan orang –orang yang
memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri atau hamba sahaya yang
mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi
barangsiapa mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-prang yang
melampaui batas.” (QS. Al-Mukmunun: 5-7)
Penjelasan: Perempuan yang dimut’ah bukanlah statusnya
sebagai “istri atau hamba sahaya”. Pertama, jika statusnya (wanita yang
dimut’ah) bukan hamba sahaya maka hal ini jelas sekali. Adapun argumen yang
menyatakan bahwa wanita tersebut bukan statusnya sebagai istri adalah tidak
adanya konsekwensi sebagai suami istri seperti warisan, iddah, talaq, nafkah
dan yang semisalnya. Maka jika benar wanita tersebut statusnya istri pasti dia
akan mewarisi, beriddah, akan terkena talaq dan juga wajib bagi laki-laki
menafkahinya. Nah ketika semua konsekwensi sebagai suami istri tidak ada maka
jelaslah bagi kita bahwa wanita yang dimut’ah itu bukan istri.
Sehingga jelaslah bahwa orang yang
menghalalkan nikah mut’ah adalah orang-orang yang melampaui batas.
Dalil Dari hadits:
Nikah mut’ah diantara syairi’at islam yang aneh,
sebagaimana disebutkan oleh Ibnul ‘Arabi, Ia dibolehkan kemudian diharamkan
kemudian dibolehkan kemudian diharamkan sampai hari kiamat. Oleh kerena itu
Imam Asy-Syafi’i berkata: “Tidak ada dalam islam sesuatu yang dihalalkan
kemudian diharamkan kemudian dihalalkan kemudian diharamkan selain nikah mut’ah.”
Nikah mut’ah dibolehkan oleh nabi sebelum perang Khaibar disebabkan oleh
banyaknya bepergian mereka dan sedikit sekali kesabaran merea terhadap wanita.
Kemudian diharamkan pada perang Khaibar kemudian dibolehkan lagi pada saat
penaklukan kota Mekkah dan kemudian diharamkan sampai hari kiamat.
Dalil bahwa nikah mut’ah dihalalkan sebelum khaibar
kemudian diharamkan pada saat khaibar.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, bahwa ‘Ali
berkata kepada Ibnu ‘Abbas rdh: Sesungguhnya nabi melarang nikah mut’ah dan makan daging
keledai pada waktu Khaibar.” (HR. Al-Bukhari).
Penjelasan: Kata ‘melarang’ dalam hadits di atas menunjukkan
bahwa sebelumnya nikah mut’ah dibolehkan dan kemudian dilarang pada saat
Khaibar.
Adapun dalil dibolehkan lagi pada tahun penaklukan kota
Mekkah dan kemudian diharamkan lagi untuk selamanya adalah hadits Ar-Rabi’ bin
Saburah al-Juhani, Bapaknya menceritakan kepadanya bahwasanya beliau ketika
bersama Rasulullah sa pada waktu penaklukan kota Mekkah, lantas Rasulullah
bersabda: “Wahai manusia, dulu aku pernah mengizinkan kepada kalian melakukan
mut’ah, sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat.
Barangsiapa yang masih bermut’ah maka biarkanlah mereka (wanita yang dimut’ah)
dan jangan kalian ambil apa-apa yang telah kalian berikan kepada mereka.” (HR.
Muslim)
Penjelasan: Kita bisa perhatikan pada teks hadits di atas
“Sesungguhnya dulu aku pernah mengizinkan kalian bermut’ah”, perizinan ini
telah didahului oleh pengharaman. Diharamkan pada saat Khaibar kemudian
dibolehkan pada penaklukan kota Mekkah kemudian diharamkan lagi.
Dan hadits-hadits yang menjelaskan tentang keharaman
nikah mut’ah banyak dan populer, sampai Ibnu Ruys berkata: “Dan adapun nikah
mut’ah, maka telah tetap secara mutawatir dari Nabi akan keharamannaya.”
Pendapat Madzhab Empat Tentang Mut’ah
1.
Madzhab Hanafiyah
Para ulama hanafiyah telah menetapkan secara
tegas bahwa nikah mut’ah adalah batil.
2.
Madzhab malikiyah
Ad-Dusuki dalam Hasyiahnya berkata: “Al-Maziri
berkata: Sungguh telah tetap kesepakatan atas larangan nikah mut’ah dan tidak
ada yang menyelisinya kecuali ahli bid’ah...”
3.
Madzhab Syafi’iyah
Para ulama syaifi’iyah memandang bahwa nikah
mut’ah adalah termasuk dalam nikah yang dilarang.
4.
Madzhab Hanabilah
Para ulama hanabilah mengataka bahwa nikah mut’ah
adalah nikah yang terikat dengan syarat yang rusak yang menyebabkan nikahpun
rusak dari awalnya yaitu tempo.
Dan nikah dengan syarat tempo tertentu adalah
batil.Juga nikah ini tidak terikat dengan hukum-hukum seperti talaq dan lainnya
sehingga nikah mut’ah seperti nikah batil lainnya.
Sumber: Dan dari artikel yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari link: http://www.muslm.org/vb/archive/index.php/t-249240.html
2 komentar:
Na'am
nice share om, makasih share nya, berguna sekali
souvenir pernikahan murah
Posting Komentar