Malu adalah satu akhlak terpuji yang berperan sebagai motor
penggerak bagi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
Rasulullah
bersabda dalam sebuah hadits, “Jika kamu tidak
malu, maka lakukanlah apa yang kamu kehendaki/suka.”. Ketika rasa malu
sudah tiada, ia akan berbuat semaunya.

Keutamaan Rasa Malu
Rasa malu adalah mutiara dan perhiasan bagi seorang muslim. Sikap
mulia ini harus senantiasa dijaga dan dipupuk sehingga ia benar-benar menjadi
pelita bagi pemiliknya. Rasulullah
telah menjelaskan dalam hadits-haditsnya yang
mulia tentang keutamaan rasa malu, antara lain;

1.
Rasa
malu adalah salah satu cabang dari keimanan.
Rasulullah
bersabda: “Iman itu sekitar tujuh puluh
atau enam puluh cabang, yang tertinggi adalah perkataan Lailaha illallah dan
yang terendah adalah menghilangkan gangguan dari jalan, sedang rasa malu
salah satu cabang dari keimanan.” (Muttafaqun `alaih)

2.
Rasa
malu akan mengundang banyak kebaikan.
Rasulullah
bersabda: “Rasa malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.” (HR. Bukhari
dan Muslim) dalam riwayat muslim disebutkan, “Rasa malu itu
semuanya kebaikan.” (HR. Muslim)

3.
Malu
adalah diantara akhlak yang dicintai Allah

Rasulullah
bersabda: “Sesungguhnya Allah -Azzawajalla-
Maha Lembut dan Pemalu dan mencintai sifat malu dan tertutup.” (HR. Abu
Dawud dan Tirmidzi)

Macam-macam rasa malu
1.
Malu kepada Allah

Ketika seorang hamba menyadari bahwa ia hidup di bumi Allah, dinaungi
oleh langit-Nya, menghirup udara dari-Nya, makan dari rizki dan karunia-Nya
serta meyakini bahwa Allah melihatnya, maka ia akan malu kepada Allah
jika Allah melihatnya bermaksiat kepada-Nya,
malu kepada-Nya jika ia melalaikan kewajiban-Nya, malu kepada-Nya jika ia tidak
mengindahkan aturan-aturan-Nya.

Rasulullah
bersabda: “Malulah kepada Allah dengan
sebenarnya.” (HR. At-Tirmidzi)

2.
Malu kepada Malaikat
Allah
telah mewakilkan dua malaikat kepada setiap
hamba yang selalu menyertainya, mencatat setiap amal dan gerak-geriknya. Sebagian
para shahabat berkata: “Sesungguhnya bersama kalian ada yang selalu menyertai
(malaikat), maka malulah kepada mereka dan muliakanlah mereka.” yaitu dengan
tidak bermaksiat kepada Allah
.


Allah
berfirman: “(yaitu) ketika
dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan
dan yang lain duduk di sebelah kiri.
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
Malaikat Pengawas yang selalu hadir.” (QS.
Qof: 17-18)

3.
Malu kepada Manusia
Manusia secara fitroh memiliki rasa malu terhadap sesamanya. Sehingga
rasa malu ini menjadi salah satu faktor penghalang seseorang bermaksiat. Oleh
karena itu, banyaknya kemaksiatan dilakukan secara terang-terangan menandakan rasa
malunya telah pupus.
Hudzaifah bin al-Yaman
bertutur: “Tidak ada kebaikan pada orang yang
tidak merasa malu kepada manusia.”

Ketika
hilangnya rasa malu
Ya, ketika rasa malu telah sirna dari lubuk hati seorang hamba. Disaat
rasa malu tidak lagi menjadi akhlak seorang muslim, maka muncullah berbagai
pelanggaran dan kemaksiatan di tengah-tengah kehidupan manusia. Realita
membuktikan akan hal ini, betapa banyak dari wanita yang keluar rumah tanpa
mengenakan pakaian islami, mempertontonkan auratnya di hadapan khalayak ramai,
dan tidak sedikit dari para pemuda dan pemudi muslim yang bukan mahram
berdua-duaan laksana kakak beradik. Na`udzubillahi mindzalik.
Ini adalah contoh kecil dari fenomena yang terjadi di tengah-tengah
kehidupan kita kaum muslimin disaat rasa malu sudah sirna. Kenapa ini bisa
terjadi ? Karena ketika manusia tidak lagi memiliki rasa malu, maka ia akan berbuat
semaunya, ia akan mengikuti hawa nafsunya tanpa memperhatikan batas-batas syar`i
sehingga ia menjadi penyembah hawa nafsu.
Rasulullah
bersabda: “Apabila kamu tidak malu maka
berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari).

Malu
yang tercela
Rasulullah
telah menegaskan dalam hadits di atas bahwa
dalam sikap malu itu terdapat banyak kebaikan. Akan tetapi disana ada sikap
malu yang tidak mengandung kebaikan sama sekali bahkan membawa kerugian bagi
pemiliknya, seperti malu bertanya dalam hal agama, malu mengenakan pakaian
islami, malu jika tidak ikut merokok, malu jika tidak punya pacar, malu jika
menjadi pemuda yang taat, malu..dan malu…dst. Tetapi ironisnya dia tidak pernah
malu jika tidak sholat dan bahkan dia bangga dengan sikap buruknya itu. Nu`dzubillah

Metode
mengajarkan anak rasa malu
Menanamkan akhlak terpuji dalam hati-hati anak kita sejak dini merupakan
hal penting yang mesti mendapat perhatian dari orang tua atau pendidik,
terlebih di era globalisasi dimana kerusakan moral dan akhlak begitu merebak.
Diantara akhlak yang harus diajarkan kepada mereka adalah rasa malu. Bagaimana
mengajarkan rasa malu dan menanamkannya dalam diri mereka, berikut ini adalah
beberapa tips yang disarankan untuk mewujudkan hal di atas, yaitu;
1.
Memberitahukan
tentang arti dari sikap malu
Rasa malu adalah sifat terpuji lagi mulia. Rasa malu yang ada pada
seseorang akan menghalanginya berbuat yang tidak baik atau menghalanginya
meninggalkan kewajibannya. Orang yang tidak mau melaksanakan sholat atau
mengakhirkannya adalah salah satu tanda tidak adanya rasa malu. Bukankah Allah
telah memberikan kesehatan, rizki dan karunia yang banyak kepadanya lalu ia
diminta untuk mensyukurinya dengan melakukan sholat, akan tetapi ia tidak mau.
Benar-benar rasa malunya telah sirna.
2.
Memberi
qudwah hasanah
Lagi-lagi qudwah menjadi sarana pembelajaran yang ampuh. Orang tua
harus mempertunjukkan pada anak-anaknya rasa malu agar mereka mudah
memahaminya. Misalnya, tidak memakai pakaian yang tidak pantas dihadapan
anaknya ketika berada dirumah atau kenakan pakaian yang menutup aurat ketika
keluar rumah.
3.
Memberi
contoh ril rasa malu
Contoh ril yang bisa langsung diraba dan dilihat oleh si anak
adalah salah satu cara yang mungkin bisa ditempuh. Misalkan, kita katakan
kepada si anak, kenapa manusia menutupi tubuh mereka dengan pakaian yang
sempurna,? karena mereka malu jika auratnya terbuka dan dilihat oleh orang
lain.
4.
Memberikan
contoh ril hilangnya rasa malu
Misalkan orang tua berkata kepada anaknya, Nak tau ngak, kenapa ada
manusia keluar rumah dengan celana pendek atau tidak menutupi aurat? karena
rasa malunya udah hilang nak, makanya ia berbuat semaunya.
Semoga tulisan ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan
kemudian bagi para pembaca yang budiman. Kita mohon kepada Allah
agar menjadikan rasa malu adalah akhlak bagi
kita. Wallahu A`lam

~ Pernah dimuat di majalah Gerimis pada Rubrik Pendidikan Anak ~
Oleh: Abu Umair, Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar