Kita sebagai kaum Mukminin tidak meragukan sedikitpun, bahwa
Rosululloh tidak meninggal dunia dan bertemu dengan Alloh , kecuali
setelah Alloh menyempurnakan Agama Islam. Sebagaimana firman-Nya: “Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah
Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagi kalian.“ (QS. al-Maidah: 3)
Kemudian, Alloh menjadikan Rosululloh sebagai penutup para Nabi, sebagaimana firman-Nya; “Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kalian., tetapi Dia adalah Rosululloh dan penutup nabi-nabi. dan adalah
Alloh Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Ahzab: 40)
Dinul Islam yang didasarkan pada Kitabulloh (al-Qur’an) & Sunnah
Rosululloh adalah cocok & sesuai untuk segala zaman & tempat
serta mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Maka dari itu,
Alloh memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya. Alloh berfirman: “Dan
bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka
ikutilah Dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya. yang
demikian itu diperintahkan Alloh agar kalian bertakwa.” (QS. al-An’am: 153)
Alloh juga memerintahkan kepada kita untuk mentaati Rosul-Nya, sebagaimana firman-Nya: “Apa
yang diberikan Rosul kepada kalian, maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada
Alloh. Se-sungguhnya Alloh sangat keras hukuman-Nya.” (QS. al-Hasyr: 7)
Setelah itu Alloh memerintahkan kepada kita untuk menolak segala
sesuatu yang bertentangan dengan perintah-Nya, menyuruh kita
mengembalikan segala urusan hanya kepada-Nya & kepada Rosul-Nya.
Alloh berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh
dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kalian, kemudian jika
kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia ke-pada
Alloh (al-Qur’an) dan Rosul (sunnah-nya), jika kalian benar-benar
beriman ke-pada Alloh dan Hari Kemudian, yang demi-kian itu lebih utama
(bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisa’: 59)
Dari Aisyah berkata: “Rosululloh selalu berpuasa hingga kami mengatakan tidak berbuka dan beliau berbuka hingga kami mengatakan tidak berpuasa. Saya tidak melihat Rosululloh menyempurnakan puasa sebulan, kecuali Romadhon. Saya tidak melihatnya berpuasa lebih banyak darinya pada bulan Sya’ban” (HR. Bukhari)
“Nabi tidak pernah berpuasa di satu bulan lebih banyak
dari bulan Sya’ban. Sesungguhnya beliau berpuasa di seluruh bulan
Sya’ban. Beliau bersabda, ‘Beramallah semampu kalian karena
sesung-guhnya Alloh tidak akan bosan hingga kalian bosan’. Sholat yang
paling dicintai Nabi adalah sholat yang dikerjakan secara terus menerus.” (HR Bukhari)
Dari Ummu Salamah , ia berkata, “Saya tidak melihat Nabi berpuasa dua bulan berturut-turut, kecuali pada bulan Sya’ban dan Romadhon.” (HR. Ahmad, an-Nasa’i & at-Tirmidzi)
Inilah beberapa hadits yang menunjukkan keutamaan bulan Sya’ban dari
bulan lainnya, dan tidak ada keutamaan lain selain dari yang disebutkan.
Mengenai kemuliaan bulan Sya’ban dan shalat di dalamnya telah
dijelaskan dalam bebera-pa hadits yang dinyatakan bahwa ini adalah
hadits maudhu’ atau palsu, di antaranya adalah:
Sabda Rosululloh , “Bulan Rajab adalah bulan Alloh, bulan Sya’ban
bulanku, dan bulan Romadhon adalah bulan umatku… tetapi jangan lupa
tentang awal malam Jum’at dari bulan Rajab karena itu adalah malam yang
dinamakan malaikat dengan ar-Raghaib. Jika sepertiga malam telah
berlalu, tidak ada malaikat pendekat di seluruh langit dan bumi, kecuali
berkumpul di Ka’bah dan sekitarnya, lalu datanglah Alloh di hadapan mereka seraya berkata, ‘Wahai malaikat-Ku, bertanyalah kepada-Ku tentang apa saja sesuka ka-lian’. Lalu mereka berkata, ‘Wahai Tuhan kami, keinginan kami kepada-Mu adalah hendaklah Engkau mengampuni orang yang berpuasa di bulan Rajab’. Lalu Alloh menjawab, ‘Aku telah melakukannya’. Kemudian, Rosululloh bersabda, ‘Tidak
seorang pun yang berpuasa pada hari Ka-mis… pada bulan Rajab, kemudian
malam Jum’atnya shalat antara waktu Isya’ hingga pagi, sebanyak 12
rakaat…”
Rosululloh bersabda kepada Ali , “Wahai Ali, siapa sholat
seratus rokaat pada malam Nishfu Sya’ban, disetiap roka’at membaca surat
al-Fatihah dan al-Ikhlas sepuluh kali.” Nabi bersabda, “Ya
Ali, tidaklah seorang hamba yang shalat dengan shalat seperti ini,
kecuali Alloh akan memenuhi setiap keinginan dan permintaannya pada
malam itu…”
Rosululloh bersabda, “Barangsiapa sholat dua belas roka’at pada
malam Nishfu’ Sya’ban dengan membaca di setiap roka’atnya surat
al-Ikhlas tiga puluh kali, tidak keluar hingga melihat tempat duduknya
di Surga….”
Dan masih banyak lagi hadits palsu yang menegaskan hal ini, seperti
yang dikutip Ibnu al-Jauzi dalam Maudhu’aat, ia berkata, “Ini adalah
hadits yang tidak diragukan lagi sebagai hadits maudhu’ (palsu). Adapun
ketiga jalan yang dilalui-nya, kebanyakan bodoh dan lemah sekali, yang
tidak mungkin meriwayatkan hadits. Kami telah banyak melihat orang
mengerjakan sholat seperti ini, mulai pertengahan malam hingga fajar
sehingga paginya mereka malas atau ogah-ogahan. Sebagian imam masjid
menggabungkan sholat itu dengan sholat Roghoib dan sebagainya, dalam
rangka menarik orang awam dan untuk mencari dukungan kepemimpinan, lalu
memenuhi majelis itu dengan kisah-kisah tentang majelis mereka sendiri,
padahal semua itu jauh dari kebenaran. Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah berkata
dalam al-Manar al-Munir. Di antaranya adalah hadits-hadits
maudhu’ tentang sholat Nishfu’ Sya’ban. Kemudian disebutkan, setelah
meriwayatkan hadits ini, ia berkata, “Yang menakjubkan adalah orang yang
men-cium bau ilmu dan sunnah, tetapi ia juga tergoda untuk mengerjakan
shalat sema-cam ini?! as-Suyuthi menyebutkannya dalam al-Lali al-Mashnu’ah, ia menetapkan bahwa ini adalah hadits Maudhu’, begitu juga asy-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu’ah.
Mereka menamakan sholat di malam Nishfu’ Sya’ban dengan nama sholat Al-fiah.
Dan Jumhur Ulama sepakat bahwa sholat Alfiah pada malam Nishfu’ Sya’ban
tersebut adalah tidak disyari’atkan, karena Rosululloh tidak pernah
mengamalkan, demikian juga Khulafaurrosyidin, shoha-bat, maupun
imam-imam agama yang hebat, seperti Abu Hanifah, Malik, asy-Sya-fi’i,
Ahmad, ats-Tsauri, al-Auza’i, al-Laits, dan sebagainya.
Maka masih adakah kedzaliman yang lebih besar dari mencampakkan hukum Alloh dan mengambil hukum manusia?! Alloh berfirman: “Apakah
mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyariatkan
untuk mereka agama yang tidak diizinkan Alloh? Sekira-nya tak ada
ketetapan yang menentukan (dari Alloh) tentulah mereka telah
dibina-sakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zholim itu akan
memperoleh azab yang amat pedih.” (QS. asy-Syuro: 21)
Oleh karena itu, selama Din (agama) ini sempurna dan tidak memerlukan
tambahan, maka tidak diperlukan lagi adanya sesuatu yang baru di dalam
agama dan dalam mendekatkan diri kepada Alloh . Siapa saja yang membuat
suatu amalan dan menganggapnya baik, berarti ia telah membuat syari’at
tambahan, menganggap syari’at Islam belum sempurna dan tidak lengkap,
harus disesuaikan dengan zaman dan tempat. Jadi, seakan-akan ia lebih
tahu daripada Alloh dan Rosul-Nya, sehingga cukuplah itu menjadi cap
buruk baginya. Tetapi musuh-musuh Islam dan orang-orang yang tidak
senang bila sunah tegak atau Islam menyebar, menjadikan amalan-amalan
baru yang tidak disyari’atkan tersebut sebagai sesuatu yang indah di
mata manusia, menampakkan-nya dalam bentuk ibadah yang penuh dengan
tipuan, menyelimutinya dengan kedok zuhud, lebih mendekatkan diri kepada
Alloh , dan cinta kepada Rosululloh ; padahal tujuan utamanya adalah
merusak agama yang mereka anut, mencampuradukkan syari’at yang telah
digariskan oleh Alloh dan Rosul-Nya dengan amalan-amalan atau
peribadahan mereka yang menurut mereka baik, menggabungkan sya’riat yang
murni dengan ibadah yang bersumber dari hawa nafsu mereka. Sehingga,
ibadah tersebut menja-di tradisi bagi kehidupan mereka dan sesuatu
amalan yang harus dijaga. Semen-tara sunnah yang disyari’atkan justru
di-buang jauh-jauh.
Maka, melaksanakan sunnah, dan meninggalkan amalan-amalan yang tidak
pernah disyari’atkan merupakan perkara yang harus dilaksanakan oleh
seluruh kaum Muslimin, karena amalan-amalan atau peribadahan baru dalam
agama ter-sebut adalah perbuatan mungkar yang harus dijauhi,
ditinggalkan, dan dirubah sesuai dengan kemampuan kita, baik dengan
tangan, lisan, ataupun hati.
Ya Alloh, mudahkanlah bagi kami untuk memasuki bulan ini dengan
ketentraman, keimanan, dan keselamatan. Ya Alloh, tentramkanlah kami
ditempat kami tinggal, perbaikilah keadaan para pemimpin kami,
berikanlah petunjuk bagi mereka untuk beramal sesuai dengan Kitab-Mu dan
sunah Nabi-Mu. Wahai Dzat yang Maha Penyayang.
Sumber:
Diambil dari Buletin As-Silmi Bogor
Artikel:
www.inilahfikih.com
----------
Artikel: www.elmajalis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar