Secara umum, belajar fiqih islami memiliki dua hukum
yaitu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.
Fardhu ain (kewajiban atas setiap
individu) yaitu mempelajari hal-hal yg dibutuhkan oleh setiap muslim dlm
beribadah kpd Allah seperti tata cara bersuci (wudhu, mandi junub, tayammum),
tata cara sholat dan hal2 yg berhubungan denganya serta puasa dan yg berkaitan
dengannya.
Di sana ada juga masalah fiqih yang
hanya wajib dipelajari oleh orang-orang tertentu atau memiliki kriteria
tertentu saja. Sebagai contoh:
▪ Pedagang/pegusaha wajib baginya
mempelajari fiqih sptr jual beli dan zakat perniagaan sedangkan selain mereka
tidak wajib.
▪ Orang kaya wajib baginya mempelajari
fiqih seputar zakat harta sedangkan orang miskin tidak wajib.
▪ Org yg mau melaksakan ibadah haji
atau umrah, wajib baginya mempelajari manasik haji sedangkan yang tidak maka
tidak wajib.
▪ Petani harus belajar seputar fiqih
zakat biji-bijian dan buah-buahan sementara yang selain mereka tidak wajib.
Tapi perlu diingat meskipun secara hukum tidak wajib
mempelajari hal-hal tsb di atas selain yang disebutkan bukan berarti tidak perlu dipelajari apalagi jika dia sebagai
seorang guru atau pemberi fatwa.
Adapun Fardhu kifayah (permasalahan fiqih yang hanya diwajibkan secara kolektif atau dengan kata lain jika sudah ada orang yang mengetahui
atau melaksanakan hal tersebut maka sudah gugur kewajibannya dari yang lain. Seperti
hukum fiqih yang berhubungan dengan pengurusan jenazah mulai dari memandikan,
mengkafani, mensholatkan dan menguburkan. Mempelajari ilmu waris (tata cara
pembagian harta warisan) dll.
Diringkas dari beberapa sumber | Ahmad Jamaludin Al
Atjehi, Lc
Artikel: www.elmajalis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar